Kamis, 15 Mei 2008

Hosono Sensei ala Soekarno

Jika anda sering nongkrong di Fakultas Sastra UNHAS, kecil kemungkinan anda tidak pernah melihat sosok pria yang mulai tua, didukung dengan rambutnya yang sudah putih keseluruhan namun ditutupi dengan peci hitam ala Soekarno, berjalan tegap sambil membawa tas ransel, memakai celana kain hitam, kemeja berlengan pendek, dan tak ketinggalan kacamata bulatnya yang besar . Tak jarang dia berjalan di wilayah kampus Sastra ditemani dengan seorang wanita berjilbab memakai kacamata, postur tubuhnya agak gemuk, tidak tinggi, dan keduanya bercakap sambil berjalan menggunakan bahasa Jepang. Bahkan bukan hanya mahasiswa fakultas Sastra yang pernah melihatnya, sebab pernah teman saya seorang mahasiswa fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan pernah melihatnya dan bertanya bahwa apakah ada dosen saya yang bercirikan seperti di atas, saya jawab ya, tidak salah lagi, dia adalah Hosono Makoto Sensei, seorang dosen asli Jepang dan wanita itu adalah Imelda Sensei dosen asli Indonesia.

Kami mahasiswa sastra Jepang UNHAS sering memanggilnya Hosono Sensei. Kami pertama kali bertemu denannya pada saat pertemuan mata kuliah Bunpoo (baca:Bumpoo) yaitu Tata Bahasa Jepang di semester dua hari pertama, tanggal 4 januari 2008. Saat itu kami sangat senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan dosen dari negeri Sakura, walaupun sebenarnya sudah pernah ada beberapa dosen dari Jepang yang menjadi relawan mengajar di jurusan kami, namun tidak sempat mengajar kami dari angkatan 2007.

Hampir di semua mata kuliah jurusan ia masuk membantu dosen kami memberi materi, kecuali mata kuliah Kejepangan. Karena jadwalnya sangat padat. Hosono Sensei belum bisa berbahasa Indonesia, sehingga saat ia memberikan kami pengarahan ia tetap menggunakan bahasa Jepangnya kemudian akan diterjemahkan oleh dosen yang ia temani. Namun ia juga sering memakai bahasa Inggris, karena ia menguasai dua bahasa Asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Prancis.

Hosono Sensei sendiri bertempat tinggal di Tokyo,Jepang sedangkan di Makassar ia tinggal di Hotel Banua jalan Haji Bau. Ia memiliki seorang anak gadis, saat ini tinggal di Amerika sebagai seorang desainer. Usia Hosono sensei 69 tahun, namun caranya berjalan masih tegap dan lincah. Ia memiliki empat saudara, semuanya berprofesi sama yaitu sebagai pengajar, sehingga pengalamannya sebagai tenaga pengajar tidak diragukan lagi.

Rasa senang kami tidak berlangsung lama saat diajar oleh dosen Nihonjin itu. Semenjak ia datang banyak perubahan dalam kelas kami. Sebenarnya hal itu adalah demi kebaikan kami, tapi kami hanya bisa mengambil sedikit dari kebaikan itu. Ia sangat tegas, disiplin, dan rajin. Dalam kelas kami harus duduk tegap, kaki tidak boleh menggantung, tangan kanan memegang pulpen, sedangkan tangan kiri di atas paha, atau bergantung, persis posisi duduk siap ala Pramuka. Hal itu membuat kami tidak nyaman, malah membuat punggung kami kesakitan. Ketika ia berbicara, tak satupun mata boleh melihat ke arah lain selain matanya. Hal itu tidak hanya berlaku untuk kami, dosen yang menemaninya pun harus memberi materi dengan tegap dan tegas. Ia selalu berjalan mengelilingi kami di kelas, sehingga kami harus selalu waspada ketika ia berjalan ke arah kami, maka kami akan saling menegur sebelum dia melihat posisi duduk kami yang tidak sesuai dengan keinginannya, karena akan berakibat fatal jika hal itu sampai terjadi, ia akan marah dan waktunya tidak satu atau dua menit tapi lima menit ke atas. Suasana kelas yang dulunya santai dan menyenangkan, kini menjadi, menegangkan bagi kami, namun dosen kami selau menghibur kami dengan mengatakan bahwa jangan terlalu dipikirkan, terima saja dan hargai sikap beliau, memang begitu karakter orang Jepang, nanti kami juga akan terbiasa.

Walaupun begitu, Hosono sensei bukan hanya merubah pola kebiasaan dalam kelas, tapi sistem belajar mengajar kami pun ikut berubah, pelajaran yang diberikan selalu diulang-ulang dan tak akan berpindah ke materi berikutnya sebelum kami menguasainya, tidak seperti dulu sebelum ia datang, dosen terlalu cepat membahas materi dan terlalu cepat pula pindah ke materi beikutnya. Hal ini yang membuat kami mulai kembali menyenanginya, terkadang ia menyanyikan kami lagu-lagu Jepang yang ada kaitannya dengan materi saat itu. Kelas seolah berubah menjadi kelas vokal.

Tak ada alasan untuk tidak menyukai Hosono sensei , kami bahkan kasihan dan sadar bahwa kami yang salah. Kami yang terlalu santai dan masih membawa karakter SMA kami di bangku kuliah. Pernah ia marah-marah dan berlangsung agak lama, ketika mata kuliah kanji tanggal 18 februari 2008, kami datang terlambat setelah itu Hososno sensei mendapati kami sedang asyik ngobrol ketika pelajaran berlangsung. Kami melihat kekecewaan di matanya, seperti ingin menangis. Kami serentak diam, malu telah memperlakukannya dengan tidak baik. Semestinya kami berterima kasih pada dia, jauh-jauh datang ke Indonesia dengan gaji yang sebatas tunjangan hidup selama di Makasaar, kami lantas tidak mendengarkan kata-kata dan perintahnya. Setelah itu kami diperintahkan oleh dosen mata kuliah kanji, Rudi Sensei berdiri lalu meminta maaf, tentunya dengan cara membungkukkan badan ala Jepang, Gomennasai Sensei. Ia pun membalas dengan membungkukkan badan sambil tersenyum. Itu adalah terakhir kalinya ia marah di kelas kami, karena setelah peristiwa itu kami sepakat untuk tidak mengulanginya lagi.

Itulah Hosono Sensei, di mataku ia benar-benar perwakilan Bangsa Jepang yang menjunjung tinggi tata karma bangsanya, sangat sopan dan ramah. Ia sering memberikan kami penghargaan lewat pujiannya, bahkan pernah ia memberikan kami hadiah berupa origami bangau kecil yang dirangakai dengan benang panjang, ketika mata kuliah Kaiwa yaitu bercakap, kami diberi tugas untuk melakukan percakapan tiap kelompok yang terdiri atas tiga orang. Waktu itu dia sendiri yang menentukan kelompok terbaik, dan ia memilih kelompokku, saya sangat senang. Namun tidak sampai di situ, sebelum ia betul-betul menetapkan bahwa kelompok saya yang terbaik, ia meminta pendapat teman-temanku dulu. Setelah teman-temanku setuju bahwa memang penilaian Hosono Sensei sama dengan penilaian teman-temanku, barulah ia berani mengalungkan rangakaian origami bangau itu kepada kami bertiga, masing-masing satu rangkai. Bisa dibayangkan betapa susahnya membuat origami sebnayak itu. Begitulah wujud penghargaan yang tinggi di mataku, ketika ia bersusah payah melakukannya untuk sekedar membuat kami bangga.

Hosono sensei selalu berusaha membuat kami bisa belajar dengan benar dalam mempelajari budayanya. Bukan asal-asalan. Terbukti ketika kami belajar Kaiwa. Ia sangat menuntut kami bisa melafalkan kalimat demi kalimat dengan aksen yang benar. Meskipun sebenarnya di Jepang sendiri hal itu bukan masalah. Namun ia tetap berusaha untuk itu, bahkan saat ini ada kelas khusus mempelajari aksen Jepang.

Suatu kebanggan Jepang berhasil mencetak orang seperti Hosono Sensei ini, cerdas, menjunjung tinggi budayanya dan menghargai budaya orang lain. Saat ini saya sudah jarang menemukan orang Indonesia menggunakan peci hitam kebanggaan Soekarno, tapi malah orang lain yang menggunakannya dan mereka bangga akan hal itu. Saya tidak begitu yakin orang Indonesia bangga memperlihatkan identitasnya jika mereka keluar negeri, bahkan dengan bangganya mereka mengikuti budaya asing tanpa mengingat jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia.

Catatan:

Sensei = guru/dosen/sebutan untuk oarng yang berpendidikan

Nihonjin = orang Jepang

Gomennasai= tolong maafkan saya

Kaiwa = bercakap

4 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

Sampaikan salam saya untuk Hosono Sensei jika bertemu. Saya dr. Hendra Gunawan, SpKK, PhD pernah bertemu dengan beliau di Nihonmatsu, Jepang sebelum beliau berangkat ke Indonesia. Pada saat itu saya mendapat tugas dari JICA menjadi native speaker untuk para Volunteer yang akan berangkat ke Indonesia.

2 Oktober 2008 pukul 04.44  
Blogger Unknown mengatakan...

Bolehkah saya mengetahui e-mail address beliau? Atas kebaikannya saya ucapkan terima kasih.

2 Oktober 2008 pukul 04.48  
Blogger Ekbess mengatakan...

Senang sekali akhirnya ada yang mengomentari blog saya, apalagi seorang dokter. doumo arigatou gozaimashita. kemungkinan Hosono Sensei tak kembali lagi mengajar di Universitas kami. kalau alamat email yang beliau tinggalkan yaitu macotti@hotmail.co.jp

30 Oktober 2008 pukul 06.03  
Anonymous Anonim mengatakan...

salam kenal yah...
dari makassar juga rupanya...
mampir yah di rumah persahabatanku

19 Maret 2011 pukul 12.24  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda